Jujur aku bingung mau cerita tentang mama dari mana ? Sebelumnya mari ucapkan terlebih dahulu Innalillahi wa inna’ilaihi roji’un atas meninggalnya ibunda ku yang sering ku sebut mamah. Semoga khusnul khotimah yah… Baiklah, mungkin ada baiknya aku cerita dari hari dimana aku kembali ke Boyolali.

Entah ada perasaan apa, rasanya ingin pulang ke rumah, hari itu masih hari Rabu, dimana biasanya pulang dari Jogja hari kamis sore. Oh iya, hari itu aku merencanakan akan membayar SPP kuliah di hari kamis. Entah apa dipikiranku, sore itu hati berkata, pulanglah bawa makanan. Hal itu sangat jarang sekali kulakukan selama di Jogja. Baiklah aku bungkus 5 nasi gudeg telur tempe yang biasa ku beli akhir-akhir itu di dekat kantor. Oh iya, pas pulang itu aku ngabari dulu teman kost, kalau ada paket datang apa tidak? Lama tidak dibalas, aku samperin ke JNE, eh pas sampai JNE ternyata dah di antar di kost. Buka whatsapp ternyata mas kos udah membalas kalau paket udah sampai kost, hadeh. Putar balik sekencang-kencangnya ke kost, saat itu gerimis dan aku berdoa jangan sampai hujan sebelum sampai dirumah. Sesampai di kost, ketemu bu kos dan ijin mengambil paket dan langsung ngeloyor pulang tergesa-gesa. Tak tahu apa, ingin rasanya segera ke rumah. Dijalan ku lihat masih jam 8, entah setengah gila atau gak sadar, aku terobos jalan one-way di Klaten, di teriaki orang woy searah woy ! Ah, persetan, yang penting cepat sampe rumah. Setelah sampai rumah, ada dek vino yang sudah tidur, dan mama yang tumben, jam 8.30pm belum tidur. Ku buka deh nasi gudeg nya, makan bareng sama mama (gak ngerasa kalau itu aku terakhir kali maem bareng mama) :(, seperti biasanya mama pun ngobrol sambil makan di depan TV. Dan memberikan ku telur di gudeg tersebut, karena mama katanya ndak makan telur. Dan papah datang dari dines lalu ku tawari gudeg juga. Hari berjalan seperti biasa, dan sebelum tidur aku berpesan pada mama. “Mah, aku bangunin pagi, mau bayar SPP besok.” dan mama pun menjawab “Iya, bayar berapa dek?”. “Ndak tahu, satu juta atau berapa, nanti aku aja yang bayar, mah!” (yaaaaa… ini menjadi resiko ku yang study di luar masa kewajibanku alias molor)

Kamis Pagi 12 Februari 2015. Bangunlah pagi dan berangkat ke Solo untuk membayar SPP, entah disitu aku selalu bengong, kayak kosong, was-was dan segala macam teradu di dalam situ. Singkatnya aku ambil uang di ATM Bank Mandiri POM Bensin Teras, sial, disitu ternyata lagi maintenance. Dan aku akhirnya ngambil ke ATM Assalam. Perasaan was-was masih saja menaungi pikiran. Singkat cerita aku tiba di pembayaran Bank Jateng Syariah Solo sama teman kampus seangkatan yang mau membayar SPP juga. Disitulah mulai apes ku yang kesekian kali, uang yang ku berikan yang NYATA pas 500ribu, sampai di teller jadi 400ribu. Oh Tuhan, cobaan apa ini? Baiklah daripada ribut di sana, mending saya tambahin 100. dan hari kamis itu berlangsung biasa-biasa saja. Oh iya, mama menanyakan “Bayar berapa?”. Aku jawab “500 mah, tapi besok kalau wisuda 1juta sekian berapa ya lupa, satu setengah kayaknya”

Jumat 13 Februari 2015. Seharian di rumah (kerja) tidak banyak hal yang di luar kebiasaanku. Oh iya satu hal, tempat kerjaku menyuruhku untuk mengirimkan status PPKP (apalah lupa tentang pajak pokoknya) sekitar jam 15an, di kumpulkan hari itu juga. Pikirku, nanti setelah jam off kerja aku buatkan scan di warnet dulu. Oke jam 17 keluar untuk mengambil banner di rumah temanku. Handphone berdering beberapa kali aku pun tidak tau, setelah aku check ternyata kantor Jakarta. “Duh, belum ngumpulin, mungkin udah ditunggu2” Lalu pulang setelah pulang umi negur, “Dek, ada yang telpon dari jakarta, mama gak berani nerima yang nerima dek vino, mama takut” (kurang lebih gitu kalau di translate di bahasa Indonesia). Langsung aku buat saat itu juga maghrib sholat selesai langsung lari warnet, dan ku kirim. Seperti biasanya hari jumat malam aku latian futsal dan tumben aku biasanya nongkrong sampe pagi, hari itu langsung pulang. Seterusnya di rumah ndak bisa tidur sampai jam pagi (gak inget) terakhir inget pas bilang ke mama waktu nglilir ke kamar mandi “Besok aku kuliah, bangunin pagi ya”

Sabtu, 14 Februari 2015. Hari valentine kali ini bukan untuk berkasih sayang dengan mama, melainkan harus menemui kepala progdi untuk di monitoring kuliahnya, dan di berikan materai untuk menyelesaikan studi. Apes nambah lagi jadi mahasiswa bermaterai ! Oke lah ndak masalah menurutku, orang niatnya baik. Setelah itu pulang. Di rumah, tak seperti biasanya, mama sudah menunggu di pintu rumah. Sedikit menghadang sambil menanyakan, “Kapan wisudamu dek?”. Aku jawab dengan agak menyentak karena emosi (nyesel deh), “Ya gak tau to mah, tesis aja belum aku kerjakan”, Mama menjawab pelan “Ya jangan marah sama mamah to dek, mamah kan cuma menyampaikan pertanyaan dari papahmu”. dan aku terdiam :(

Minggu, 15 Februari 2015. Hari beruntung kalau aku bilang, kenapa? Biasanya aku futsal dan nonbar, entah kenapa ada bisikan, “Jangan futsal jangan nonbar, carilah alasan!” Oh iya, aku pikir kakiku sakit saat futsal jumat itu yang membuat tubuh ini malas beranjak dari rumah. Jam menunjukkan pukul 19-an, Mama memanggilku, “Dek sinio, ambilin hot cream ini oleskan di punggung mama”. Ada papah disitu, aku inget sekali, papah malah melotot melihat aquarium :(. “Dek, mama pusing, kamu jangan kemana-mana ya!” Dan papa masih cuek, malah pergi dines malam :( Oh Tuhan, di rumah sendiri ! Mana keluargaku? Kebangeten sekali :( Mencoba mengirim pesan via bbm kakakku, responnya biasa aja, padahal genting. Mama berbisik kepadaku “Dek bawa aku ke Rumah Sakit”, aku kaget, lha pie mah? aku gak kuat ngangkat mamah pikirku, aku telpon kakak untuk pulang, aku telpon papah untuk pulang. Sampai 1jam lebih tidak ada yang pulang, kira-kira jam 9 baru pada datang. Itu posisi mamah sudah muntah beberapa kali. Bertiga pun ini gak bakal cukup menggendong mama, aku memanggil tetangga untuk minta tolong membantu mengangkat mama menuju taksi yang sudah di siapkan masku. dibawalah ke RUMAH SAKIT Pandan Arang (RSPA) Boyolali. Oh Tuhan, Ya Allah, aku paling gak betah di rumah sakit :( tapi ini yang sakit mama. Rizky kuat rizky, dalam hatiku. Sambil ngirim pesan ke teman kantor untuk ijin gak berangkat, aku tunggu mama di ruang IGD, tapi memang tak kuat, aku telpon kakak untuk tukar tempat, aku yang di tempat pendaftaran, dan mbakku ke ruangan IGD. Di ruang pendaftaran aku dengar kakaku bilang BPJS. Aku belum begitu paham tentang BPJS, aku tanya ke kakak, “Ini ntar bayar gak? Aku gak bawa dompet.” jangan kan dompet, celana aja masih kolor pendek tadi. Mbak ku bilang ya sudah kamu disini tanda tangan, aku tak nunggu mama. Papa pun tiba sekitar jam 10an lebih dan itu cuma sebentar terus balik dines lagi :( . Semalaman suntuk aku menunggu mama, mama sadar, minta teh panas. Aku langsung cariin deket RSPA. Semalam mama mengigau memanggil keponakanku, “Vino”.

Senin, 16 Februari 2015. Sampai pagi aku nunggu di IGD, papa abis subuh jam 5 dah sampai rumah sakit, aku langsung pulang untuk gantian tidur, dan bangun kembali ke RSPA jam 14an. Seharian mama masih di IGD, aku mikir, ini apa gak ada ruangan? banyak yang sakit? atau gimana? Untuk urusan protest memang aku bukan jagonya, aku minta kakakq untuk itu, dan akhirnya mendapatkan tempat untuk transit. di Sindoro 12 (Kelas Teladan). Antrian di kelas VIP masih sekitar 21, pikirku disini dulu saja biar terawat. Di IGD gak dikasih apa2 je. Setelah dapat tempat mulailah tetangga pada besuk, dan dapat info dari tetangga bahwa emang sengaja karena faktor BPJS beliau juga pernah sampai ndak bisa pindah ruangan ke lebih baik. Saat itu anaknya yang operasi di RSPA. Tetanggaku bilang, coba naik ke VVIP pasti langsung dapet, dulu juga gitu, bilang VIP dibayar sekarang langsung di kasih ruangan. Oh gitu, jadi karena itu ya, kakakku langsung tak suruh nyari, dan ternyata benar :v VVIP kosong, dan gak ada 1 jam, gak sampe 30 menit mungkin langsung di pindahkan di ruangan VVIP. Perawat datang nyelonong langsung bilang kalau di ruangan Muria bayarnya 500ribuan, (dalam hati etdah perawat ini tidak tahu ada orang sakit apa ya, masa’ pasien denger, bisa shock nih batinku). Dan benar, mamah dengar biayanya, dan menasehatiku, “dek, di arjuna(VIP) saja.”, namanya anak, pengin ibunya cepet sembuh dirawat dengan layak dan baik pasti tak mikir uang darimana, yang penting sembuh. Aku jawab “Mah, wes ga sah mikir kui, sing penting mamah cepet mari” Deal pun tercapai disinilah mulainya perjuanganku dan keluargaku :) di ruangan Muria 4.

Selasa, 17 Februari 2015. Sudah hampir lupa cerita apa aja di hari selasa, yang jelas mamah masih pusing dan sering tidur, oh iya visit dokter Indra, salah satu dokter syaraf di Boyolali, yang memang dipilih untuk menjadi dokternya mama, karena kakak kenal dengan beliau. Visit dokter indra bilang, ndak kenapa2, boleh latian duduk. besok mulai fisioterapi. Hasil CT Scan gimana dok? Oh baik, ndak ada pendarahan, infark juga ndak kelihatan. (ini gak tau pak Indra cuma ngeyem2 aja kali ya) Oh iya malam itu, setelah dokter indra visit, perawat nyelonong lagi masuk nginfoin obatnya 500ribu per suntik, disuntikkan selama 5 hari. Kakak pun meminta untuk order sendiri obatnya, kebetulan kakak punya sebuah apotek dan seorang apoteker juga. Ternyata umi dengar percakapan itu, tensi yang sudah mulai menurun dari masuk yang 200, hari senin 180 dan selasa 160. Pasti hari rabu akan naik karena shock ini. Pak Indra bilang obatnya tidak perlu beli dari luar karena akan ditanggung BPJS. (apa ini ngeyem2 lagi ya?) Kakakku pun menyetujuhinya kalau memang ditanggung BPJS. Setiap keponakanku batuk, pasti umi bilang “Vi, anake diobati”.

Rabu, 18 Februari 2015. Setiap malam aku tidak tidur, ya tidur sedikit dengan kondisi terjaga. karena was-was infus macet ataupun habis. membuat mama juga ikutan tidak bisa tidur. Mungkin mulai hari rabu ini, semua bisa berkumpul menjaga mama, ada papah, ada kakak sama anak-anaknya. Kondisi mama membaik, fisioterapi jam 9an. . Lega rasanya meski aku tau, masih lemah di bagian kanannya. Pas setelah Fisioterapi, mama suka yang di griyel-griyel katanya, jadi enak, “Noor (pacarku) punya gak dek?”, seingetku punya yang namanya infrared “Punya ne yang sinar itu mah, besok tak suruh bawain”. Pagi itu mama juga berpesan, “Dek sangumu ambil sendiri di dompet mama, dompet e mama bawa aja”. Memang setiap minggunya aku masih dijatah mama untuk uang saku :(. Begitu perhatiannya beliau meskipun sakit masih memikirkan anak-anaknya, bahkan putu-putunya. Oh iya tensi naik lagi ke 180 kalau sore, kata dokter, itu wajar, namanya apa gitu siklusnya, aku cuma mengangguk aja. (setelah googling ritme sikardian itu ternyata jam biologis). Info dari kakak ketika menemui perawat perihal obat yang akan diorder, perawat mengatakan obatnya jadi beli dari sini ya? Kakakq protest, “lhoh kata dokter Indra, ditanggung BPJS?”. Perawat menjawab, “Ndak mbak, eh coba bentar ditanyakan dulu ke bagian farmasi.” Setelah perawat balik dari ruang farmasi mengatakan memang obatnya ditanggung BPJS.

Kamis, 19 Februari 2015. Dokter libur karena hari libur, dan fisioterapi, okupasi terapi juga libur. Ah damn, kenapa ada hari libur disaat darurat gini? Hari kamis ini saudara dari Pati datang menengok. aku pun tak sempat tau kapan datangnya karena tidur dirumah karena nanti malam harus siap begadang lagi, dan hari sebelumnya memang begadang terus. Mama sangat senang kedatangan keluarganya, mama bilang, “Keluarga udah pada datang dah enak”. Dan mama sempat bilang, uang yang dari yang besuk kamu bawa aja dek ini di ambil bawah bantal mama itu digunakan aja buat selama kamu disini . Dan uangmu yang kamu bayarkan ke mama kemarin sabtu ada di kontener, diambil saja lagi.” Kebetulan itu malam Jumat Kliwon, aku sendirian jaganya awalnya, namun jam 9an papah datang menemani, ternyata malam jumat kliwon tak sehoror yang aku kira. Oh iya, waktu aku masuk ruangan selepas nemuin saudara sekaligus nguntapke pulang di depan RS, aku denger mama nyuruh papa untuk membersihkan rumah. Dan aku punya rencana yang sama, segeralah aku planning hari jumat dan sabtu untuk membersihkannya. Aku malam jumat ndak tidur, nonton sepak bola liga malam jumat :D meskipun agak sesekali tertidur.

Jumat, 20 Februari 2015. Kondisi ibu mulai membaik, dan kata dokter, boleh balik besok hari senin-selasa. aku merasa senang. Dokter menanyakan, gimana bu? mama jawab “gak bisa tidur dok”. Jumat itu okupasi terapi datang, saat itu aku lagi disampingnya mengatakan motorik halus ibu masih baik masih bisa berfungsi semua. Mama pun berpesan, jajan jajan itu mbok dikasih ke perawat e. Tapi malam itu aneh, tak ada siapa-siapa ada yang mengetuk ruangan, hadeh, malam jumat kliwon kan sudah lewat? Menepis itu semua aku hanya diam.

Sabtu, 21 Februari 2015. Di awali dengan dibangunin mama agar aku subuhan, dan dimana hari sabtu ini kondisi terbaik mamah saat itu, sudah bisa duduk. Tetangga yang datang pun mendoakannya, posisinya juga duduk. Mama pesan ke perawatnya untuk terapi fisioterapinya agak pagian dong jangan siang. Pihak perawat pun menjelaskan bahwa kalau pagi belum buka fisioterapinya. Okupasi terapi pun datang lebih pagi dari fisioterapi, kebetulan disitu terapisnya bersama mahasiswa praktikan, saat proses terapi pun mama nyeletuk sama terapisnya. “Mbak, ini kayak aku ngajari lempar tangkap bola aja sama cucuku.” Dan mbak okupasi terapinya tersenyum, sambil mengangkat telpon yang berdering sedari tadi. Dan proses terapi dilanjutkan oleh mahasiswa praktikan. Masih ucapan yang sama oleh terapisnya, udah agak baikan semua, udah nggak begitu telat di bagian kanan. Di akhir sesi, terapis tersebut berpamitan, “bu besok yang nerapi sudah bukan saya lagi, tapi teman saya. Jadi mohon maaf jikalau ada salah”, katanya. Sabtu itu aku pulang membersihkan rumah. Dan aku kembali ke rumah sakit sekitar jam 18.30an karena dari siang beres-beres rumah. Nah kaget waktu itu mama udah gak se-fresh tadi pagi, malam itu mamah ngomong ke aku, aku dimintai tolong untuk mendudukkannya, “Bentar mah nunggu mbak atau papah dulu ya, kalau sendirian ya gak kuat.” Setelah ada papah, baru aku mendudukkannya. Mama bilang “Dek, udah aku balikin ke posisi tidur, udah gak kuat.” Langsung dah aku kembalikan ke posisi tidur. Mama cuma berpesan, “itu infusnya jalan nggak? Mama gak berani liat, takut ndak bisa tidur.” Dan malam itu umi pun tidur, seperti hari hari biasanya di Rumah Sakit, umi pagi-pagi pasti kebangun, sekitar jam 2, jam 3, jam 4 dan jam 5 pagi.

Minggu, 22 Februari 2015. Waktu menunjuk pukul jam 2 pagi, mama membangunkanku, karena aku masih lelah gegara bersih-bersih, aku pun membangunkan kakakku dan papaku untuk merawat mamah, mamah katanya minta di dudukkan. Aku gak begitu sadar, bangun lagi jam 3 pagi mama membangunkanku, aku tanya mamah, “Gimana mah bisa tidur apa nggak?”, mama menjawab “Bisa dek.”, jam 4 pagi aku dibangunkan lagi, dan aku menyuruh papa atau kakak  untuk merawatnya, baru jam 5 aku benar-benar bangun, lalu berwudhu dan sholat subuh. Setelah sholat itu, aku dipanggil mama. Mama berucap, “Dek, mamah kalau pas adek sholat tolong di doakan. Tadi mama tidur tadi lupa belum berdoa, ajari berdoa ne dek.” Tau kondisi mama tidak bagus, aku menjawab “Berdoa sebisa ne mamah aja”. Mama lalu bergegas membaca alfatihah lancar dan sampai selesai, lalu menanyakan. “Lalu apalagi dek?” Aku pun menjawab, “Kulhu, mah!”, lalu mamah menyaut dengan bacaan doa untuk kedua orang tua lengkap dengan artinya. Mulai itu aku curiga, lhoh? kok malah doa orang tua. Tapi pikiranku tetap positif. Semoga tidak terjadi apa-apa. Setelah itu mamah melanjutkan dengan membaca QS An Nas lengkap sampai ayat terakhir. Dan sejak itu mamah komplain banyak dituruti maunya, awalnya bilang kalau punggungnya sakit sekali bilang sampai kalau nahan sampe giginya sakit. Minta diterapi pakai vibrator, kebetulan kakak udah membelinya kemarin. Minta diterapi mbak Noor pacarku yang seorang terapis wicara, sama aku minta di ambilin obat oles mengurangi rasa sakit yang ada dirumah. Aku turuti, aku bergegas pagi-pagi pulang ke rumah. Pukul 06-an pagi aku sampai rumah, mengambil barang. Kebetulan tetangga depan rumah menanyakan kabar mama, aku jawab “Alhamdulillah apik mas, sudah bisa duduk, kemarin di jenguk eyang (sebelah rumah) juga udah duduk.” Terus bergegas kembali ke rumah sakit, karena aku tau itu urgent. Sampai di rumah sakit aku olesin obat tersebut ke bagian yang ditunjukkan mamah yang katanya sakitnya disitu. Sesudah di oles, kakak ku diajak ngomong mama, “Vi, itu lho alat e noor”, kakakq pun tidak tahu maksudnya, namun aku paham sekali maksud mama, aku bilang ke kakak “Itu alat terapinya noor di tasku di ambil, terus di vibrator bagian pipinya”. Minggu pagi itu memang rempong sekali, mama ingin dimanja dan harus langsung dituruti. Setelah selesai itu mama minta diterapi pakai vibrator, tapi aku ndak berani, aku bilang, “Mah, kalau aku sing nerapi jarene gak kroso, nanti ae mbak saja ya.” Saat itu kurang lebih jam 8, aku masih ingat sekali, jam 8 mbakku yang tadinya mau nerapi malah masuk ke kamar mandi mau mandi. Umi agak berteriak “Vi, koe mau ameh ngapakne aku?” Mbak ku yang baru mau masuk spontan kaget, sambil melihat ke arahku, aku sambil menunjuk dan berbisik pelan, “itu lhoh vibrator buat punggung” Lalu di terapi lah mamah sampai agak tertidur dan akhirnya tertidur. Sebelum tidur, mama pesen ke mbak ku untuk membuatkan sesuatu yang biasanya dikasihkan ditaruh plastik. Aku dan mbak ku paham maksudnya, jus timun yang di plastik. Saat itu masih pagi, sekitaran jam 8an. Mana ada tukang jus yang akan buka jam segitu.  Baiklah juss sendiri, mbak ku pamit mau pulang ngejus, tapi sayang sekali, pintu keluar rumah sakit sudah di kunci, dan tak ada satpam yang berjaga sehingga tidak bisa keluar. bisa keluar pun harus muter yang lumayan jauh. Mbakku kembali ke ruangan. Aku pun bilang, mbak sepupu mau kesini, katanya sudah di tunggu di depan UGD, tapi gimana? pintu ditutup e mbak, terpaksa aku harus muter jemput sepupu dan budhe. Ternyata udah sampe depan pintu pavilion, dan ternyata udah dibuka pintunya. Aku nganter masuk ke ruangan ku. Mamah masih tertidur, entah tertidur atau tidak sadar, kalau aku menyebutnya sudah tidak sadar. Tapi masih merespon kedatangan budhe ku sama anaknya. Aku pun tak sengaja tertidur, entah kenapa aku tertidur, bangun-bangun budhe sama mbak pamitan pulang. Dan aku juga pamitan pulang ke kakakq untuk mengirim jaket, kebetulan pagi itu jaketnya laku sebiji, dan kebetulan pas keluar itu aku bilang ke perawat untuk mengganti inpus. Terdengar obrolan dari perawat ruangan merapi datang ke perawat laki-laki sambil bilang “mas, yang dikasih obat kemarin sampe sekarang gak bangun”. Siangnya semakin horor, mama ngelindur, “vinsa disalini”, “bakso” dan “saate”. Tau di bbm itu pun aku bercerita ke mbak ku kalau di ruangan merapi juga nggak sadarkan diri karena di kasih obat, saya pun memaksa kakakku untuk menanyakan bahwa ada/tidaknya obat tidurnya, dan ternyata ada, positif thinking, mungkin mama kesadarannya turun karena efek obat. Aku pun bergegas kembali ke RS, tapi mampir makan dulu di dkt RS. Masuk ruangan sekitar jam 2, aku nanya ke mama, seperti biasa aku nggojeki mama. “Mah, bakso opo e mah?” Mamah pun cerita, “Mama itu ditawarin suruh milih plastik, plastik coklat atau hitam”, aku menyahut “Lha baksone?” mama jawab dengan mata terbelalak kayak takut “Endi opo nek kene?” Aku diem, pengen nangis rasanya, tapi aku tahan. “Baksone mah baksone pie?”. Mamah jawab “Kui lho plastike tak kon nyingkirne devi gak gelem, ngganjel nek mripatku, kui ngganggu.” Aku merinding hiiii aneh ngigaunya. Dan setelah itu aku tidak berani melanjutkan percakapan. kurang lebih seperti itu percakapan minggu siang jam 2an. Jam 4an ada yang besuk, ternyata mas tetangga dulu yang di Pati, sama ayahnya datang. Mama pun masih respon sore itu, kakak ngobrol ke mama, “Mah mosok wes rene peng pindo gak mbok jagongi?” Mama jawab dengan lirih “Tak jagongi”. Setelah itu, pakde (tamu) itu ngobrol sama papah, tentang politik yang saat itu di tayangkan di TV. Dan aku bosan keluar ke ruangan, dan berdoa. Tak terasa sudah hampir petang, jam makan malam pun diantarkan, aku pun kembali masuk dan tamu tadi berpamitan pulang. Kakakku tak suruh menyuapi mama, dan mama di tanyai sudah nggak menjawab. Aku memaksa kakakku untuk menghubungi dokter jaga hari Minggu. aku keluar RS beli makan dan kofimix untuk dopping biar tidak tidur nanti malam. Balik- balik mamah sudah dipasangin alat di mulutnya, aku gak tau alat itu apa fungsinya, tapi agar tidak tergigit/lidahnya nggak nekuk atau entah apa nggak jelas info dari kakakku. Aku menangis, disuruh ngaji sama kakak. Aku pun ngaji, nyetel murotal juga. Kurang lebih jam 9 malam, perawat minta persetujuan untuk CT Scan ulang, untuk mengetahui di kepalanya, dengan resiko pendarahan. Aku hampir nangis, shock, aku berdiskusi dengan kakak dan papah, sepakat untuk CT Scan dibantu untuk diangkat oleh tim medis, pihak perawat menelpon satpam untuk meminta bantuan angkat-angkat. Saat itu juga aku telpon pacar untuk segera datang, aku telpon bapaknya biar diantar. Aku mengirim pesan ke grup untuk mendoakan agar resiko terberat itu di hindarkan. AIS Boyolali, Komboy, Sedekahpedulipendidikan, Sains Psikologi UMS dan Balcom FC turut membantu doa. Alhamdulillah proses CT Scan selesai dan langsung keluar hasilnya, dari hasilnya tidak ada pendarahan katanya. Aku lega… Terima kasih doanya kawan-kawan. Dan kembali ke ruangan untuk di rawat kembali, ada satu alat lagi yang di ruangan, monitor seperti di ICU. disitu diterangkan oleh perawatnya, yang atas itu detak jantung (Heart beat), yang tengah tensi (tekanan darah), yang bawah oksigen (ini dijelaskan agak ragu oleh mereka). Baik, aku pun masih betah melek karena sudah minum kopimix tadi. Aku sangat mengapresiasi kinerja perawat hari minggu malam itu.

Senin, 23 Februari 2015. Setiap tensi berjalan 5 menit, mama pasti melepas sensor yang ada di jarinya. Ndak tau kenapa, dan akhirnya di pindah oleh perawat, tensinya berada di lengan kanan. Memang tidak dicopot2 lagi, tapi mama melepas alat yang ditaruh dimulutnya. Masya allah, aku lari ke perawat, dan perawat bilang, “jangan dilepas”, dan aku jawab “Yang lepas umi sendiri”. Perawat nya balas, “Kok isoh ya?”. Perawat datang membetulkan alatnya. dan aku takut ngumpet sambil berdoa. Aku tau mama sadar, tangannya digerak-gerakkan tapi keadannya masih merem, tensi masih tinggi, sekitar 190an. Detak jantung 80an, oksigen 90an. Karena banyak gerak hingga sensornya tidak berjalan dengan baik, perawat mengusulkan untuk mengikat. Pengen nangis, mama berusaha membuang sensor yg di jarinya, tapi gak kuat karena tidak sampai karena posisi terikat. Dan aku baru bisa tidur setelah jam 4 pagi, gantian papa yang berjaga. Aku bangun subuh lalu bergegas untuk subuhan dan mencari makan di luar, dan mengantarkan pacar pulang kerumahnya karena akan kerja hari ini. Sepulang dari mengantar, aku lihat masih jam 8, aku memang berniat untuk ijin tidak berangkat kerja lagi. ah masih punya waktu tidur 1jam, aku tidur dulu ah sampe jam 9. Dan jam 9 pun dokter Indra datang visit, menyampaikan bahwa tidak ada apa2, ketika mbak ku menanyakan adakah pendarahan atau infark sebelah mana? Dokter malah bilang “Sebentar, penyebab ibu tidak sadar itu ada beberapa yang pertama, karena pendarahan, ini hasil ct scan nya bagus ndak ada pendarahan, yang kedua gula, gula nya juga ndak tinggi, yang ketiga elektrolit, nah ini belum tau, coba kita nanti konsultasi dulu sama dokter dalam. Pertanyaan kakakku pun gak dijawab detail :(. Jam menunjukkan pukul 10, detak jantung naik ke 120an, tensi masih sekitar 200an. Perlahan turun tensinya ke 170an. aku agak gembira, setauku itu mamah sudah normal tensinya. Oh iya jam 10an itu temen-temen papa, bu kapolsek bersama beberapa temannya datang menjenguk. Dan mereka lah terakhir yang menjenguk, mungkin memang mereka (teman-teman papa) yang ditunggu2 kehadirannya. Memang beberapa hari lalu semua ditanyakan, tetangga yang sudah jenguk siapa saja, keluarga responnya bagaimana mengetahui mama sakit, temen-temen kantor papa yang belum ada jenguk sama sekali pun ditanyakan. Ketika di jenguk teman papa, tensi pun turun sampai 170an tetapi detak jantung masih tetap 120an. :( Setelah tamu pulang, aku melihat mama menangis, memang keadaan masih terpejam matanya, tapi di sudut matanya meneteskan air mata. Dahinya banyak keringat yang keluar, dan aku selalu menyuruh kakakku untuk mengusapnya dan membersihkannya. Jam 11 masih menunggu hasil konsultasi dari dokter, umi tersedak. Dan aku pun spontan lari ke ruang perawat untuk menanyakan, mbak itu mama tersedak mbok ya di ilangin riaknya. Ada dua perawat disitu, yang satu tua yang satu muda. Slow respon sekali, aku mencoba sabar memberi satu pertanyaan, mbak mamahku dari kemarin gak dikasih makan, biasanya kan dikasih makan lewat hidung (aku tau ini dari pacarku yang sering kali nerapi pasiennya yang makannya via hidung, sonde namanya). Perawat malah balik nanya, apa ibunya puasa? Aku jawab “Puasa gimana to, orang sdh sehari gak sadar ! Agak membentak, seketika itu kakakku keluar untuk minta perawatnya bertindak agak cepat. Saat itu perawat sedang ngecek puasa nggak di status sama nunggu dapat sarung tangan yang habis, sambil bilang, “saya belum tau mas tak cek distatus dulu, udah ganti shift soalnya”. Ditangani lah umi ku, seperti biasa, aku memang tidak tega melihat hal itu, aku menunggu diluar. Dihampiri mbak ku sambil nangis, dek masuko, mamah ngedrop. Setelah masuk, aku melihat tensinya udah 80an, detak jantungnya 40 :( Sedih. gak kepikiran akan ditinggalkan umi, dan baru tau itu yang namanya sakaratul maut :(. Dan kakakku menangis sejadi-jadinya, aku masih tidak tau, baru tau kalau pas monitor oksigennya ilang. Papah menanyakan, mbak itu gimana kok yang bawah ilang. Perawatnya yang tua malah, emangnya tadinya ada angkanya pak? Hadeh bapakku dengan nada tinggi ngomel2. Aku ingin menangis melihatnya, aku mencoba di dekatnya, melafalkan syahadat, tetapi malah diusir perawatnya karena mau diambil riak yg didalam mulutnya. Dan sekitka itu titttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt bunyi alarm sambil monitor detak jantung dengan angka 0, tensi sudah hilang tidak terdeteksi :(. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Dicoba di pompa oleh perawat laki-laki, sudah 40 detak jantungnya tapi slow down turun ke nol lagi. Kakakku menangis, papa keluar memberikan kabar ke saudara dan tetangga. Aku hanya bisa menangis, aku ikut keluar, pah kosek ijek 40 detak jantunge. Papah bilang, udah meninggal itu dek. udah nol. Aku jawab, mbok berpikir positif to pah ! Optimis bisa ! aku sambil nada tinggi. Papah masih tetep ngabari keluarga, aku masuk. entah aku mencoba memberikan kalimat syahadat di samping mama setelah itu adzan (aku ndak tau yah ini boleh apa nggak? Nggak mikir blas, mikirnya mamah semoga bisa denger). Dan mencoba mengikhlaskan, aku keluar telpon mbak pacar, dan update status bbm, banyak pesan masuk mengucapkan bela sungkawa.

Kurang lebih seperti itu perjalanan seminggu terakhir di rumah sakit :( Semoga mendapatkan Surga-Mu ya Allah. Al Fatihah… Aminnn…

Kini sudah seminggu lebih, bayar billing ke RS, ternyata BPJS nge-cover cuma 2jt :( itu obat suntiknya nggak jadi di cover kali ya :(. Ya sudah, takdirnya memang sudah seperti ini, dekrizky harus kuat ! Bismillahirohmannirrohim !

Written by 

2 thoughts on “Antara Aku dan Mamaku”

  1. Nangis stelah baca,,,jd inget detik2 alm.bapakq pas mw meninggal,,,ikut membayangkan suasana tiap detilnya sambil bertanya-tanya,siapa perawat2 yg kurang respon nanganin alm.ibumu,,,soale ttgaku bny yg krj d RSPA,,,maaf wkt it ga smpt takziah,,semoga arwah almarhumah tenang disisiNya,diampuni dosa2nya,dilapangkan kuburnya,diterangi kuburnya,bs berkumpul 1keluarga lg kelak disurgaNya,,
    ??????? ??????? ??????? ?? ?? ????? ??????????

Leave a Reply